Kamis, 18 November 2010

Perang Antar Operator Layanan Telekomunikasi

Nama : Andreas
NPM : 28210856
Kelas/Jurusan : 1EB16/ Akuntansi
Blog : http//andreasblog21.blogspot.com/

Di Indonesia ada tiga operator seluler besar yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL. Sedangkan Flexi dan Esia merupakan operator CDMA terbesar dengan meguasai 96% pasar CDMA di tanah air. Berdasarkan informasi yang didapat dari Direktorat Telekomunikasi Ditjen Postel pengguna telepon seluler di tanah air sekitar 214 juta pelanggan dan pengguna telepon nirkabel (CDMA) saat ini sekitar 28 juta pelanggan dari total 230 juta penduduk di Indonesia. Pertumbuhan ini menunjukan semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap akses komunikasi yang bersifat mobile. Operator telepon seluler maupun CDMA terus mengembangkan strategi terbaik mereka untuk menduduki peringkat sebagai operator terbaik di kelasnya.

Investor Daily telah menggelar diskusi terbatas bertema Pertumbuhan Industri Telekomunikasi Vs Biaya Interkoneksi pada hari Kamis 4 November 2010 beberapa minggu yang lalu. Diskusi tersebut juga membahas upaya untuk menghindari kompetisi yang tidak sehat antara operator besar dan operator kecil. Perlunya dilakukan penghitungan ulang tarif interkoneksi yang proporsional guna menjamin kualitas layanan, kompetisi yang sehat, dan iklim investasi yang kondusif menjadi kesimpulan akhir dari diskusi terbatas ini. Diskusi juga dihadiri para pemangku kepentingan seperti ATSI, BRTI, KPPU, Kemenkominfo, eksekutif dari operator seluler Telkomsel, Indosat, dan XL serta YLKI.




Saat ini, tarif interkoneksi mengacu Permen Kominfo Nomor 8 Tahun 2006 yang mewajibkan tarif interkoneksi untuk memberikan keterhubungan antar operator. Di lapangan pengguna telepon seluler dikenakan tarif interkoneksi yang tinggi, sehingga membuat layanan off-net (antaroparator) semakin ditinggalkan oleh pengguna jasa operator non dominan. Hal ini terjadi karena operator masih dikenakan biaya interkoneksi seperti BHP Frekuensi, retribusi tower yang dipungut setiap pemerintah daerah, dan kenaikan biaya listrik. Namun bagi operator besar yang memiliki ketersediaan jaringan hal ini dianggap sebagai keuntungan karena bisa menjadi pengerem supaya tidak terjadi kompetisi yang ketat. KPPU mengharapkan adanya keseimbangan kepentingan antara operator besar dan operator non dominan, serta mempertimbangkan skala ekonomis dalam jaringan telekomunikasi guna mengejar kemajuan teknologi, jangan sampai tertinggal.

Berbeda dengan operator seluler yang membahas tarif interkoneksi yang tinggi, operator telepon nirkabel (CDMA) Flexi dan Esia dikabarkan akan merger. Hal ini membuat KPPU meminta kedua pihak untuk melakukan konsultasi terlebih dahulu perihal rencana merger kedua operator CDMA unggulan tersebut. KPPU perlu mengkaji dampak mergernya kedua operator CDMA yang saat ini telah berhasil mengusai sekitar 26 juta pelanggan atau sekitar 96% dari total 28 juta pengguna telepon nirkabel (CDMA). Dikhawatirkan dengan mergernya kedua penguasa pasar CDMA ini menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. KPPU menjelaskan pemerintah telah menerbitkan PP No. 57/2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan (Akuisisi) sebagai implementasi dari pasal 28 dan 29 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Apabila penilaian KPPU membuktikan merger itu menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, maka KPPU akan membatalkan merger tersebut.