Minggu, 29 Mei 2011

Rencana Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2015

Sebagai wujud kebijakan pembangunan nasional yang menyelaraskan antara kebutuhan kapitalisme dan model ekonomi intervensi pemerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 27 Mei 2011 meluncurkan MP3EI 2011-2015 (Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Kegiatan ekonomi di tanah air tidak boleh lagi hanya diserahkan pada mekanisme pasar. Ada 6 koridor yang menjadi pusat perhatian pemerintah dalam masterplan percepatan ekonomi 2011-2015.

Pertama, Koridor Ekonomi Sumatra difokuskan menjadi sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Muara Enim, Pendopo salah satu daerah dekat kota Palembang Sumatra dipilih sebagai daerah investasi untuk sawit dan batubara senilai 28 triliun rupiah. Masih di Sumatra, Pemerintah juga berencana membangun jembatan selat sunda yang total investasinya mencapai 150 triliun rupiah.

Kedua, Koridor Ekonomi Jawa difokuskan menjadi pendorong industri dan jasa nasional. Pembangunan kawasan Jabodetabek menjadi lebih maju diproyeksikan akan menelan biaya sekitar 352 triliun rupiah. Selain itu, pemerintah juga merencanakan proyek kereta api cepat di pulau yang padat penduduk ini. Nilai proyek ini mencapai lebih dari 200 triliun rupiah.

Ketiga, Koridor Ekonomi Kalimantan difokuskan menjadi pusat pengolahan produksi hasil tambang dan lumbung energi nasional. Pulau Kalimantan terkenal kaya akan hasil hutan dan hasil tambangnya. Kota Balikpapan dan Kota Kutai Timur, Bontang telah direncanakan pemerintah menjadi ladang usaha sawit, kayu, migas, alumina, dan batubara. Total investasi yang dianggarkan pemerintah untuk masing- masing kota sekitar 160 triliun rupiah dan 112 triliun rupiah.

Keempat, Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara difokuskan menjadi pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Pulau Bali sering dikunjungi turis mancanegara karena keindahan pantainya. Pariwisata dan perikanan menjadi fokus utama pemerintah di kota Denpasar, Bali. Sedangkan di kota Lombok, Nusa Tenggara mendapat peranannya di bidang pariwisata dan peternakan. Pulau yang dijuluki ”Bumi Sejuta Sapi” pada masa pemerintahan SBY ini diharapakan pada masa depan akan berhasil swasembada daging sapi.

Kelima, Koridor Ekonomi Sulawesi difokuskan menjadi pusat produksi, pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas, dan pertambangan nasional. Pengolahan nikel dan perikanan dipusatkan di kota Kendari. Sedangkan, kota Gorontalo sebagai pengolahan migas dan juga perikanan.

Keenam, Koridor Ekonomi Maluku- Papua difokuskan menjadi pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional. Di Pulau Papua kota Morotai terkenal kaya akan nikel. Sedangkan kota Timika kaya akan tembaga. Pemerintah menggangarkan pembagunan ekonomi masing-masing kota sekitar 83 triliun rupiah dan 197 triliun rupiah.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto menilai lahirnya MP3EI yang diluncurkan presiden menunjukan bahwa pemerintah berupaya keras mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Ketua Gabungan Pelaksana Kontruksi Nasional Indonesia, Soeharsojo berharap dalam pelaksanaanya MP3EI diiringi dengan komitmen yang terpadu antarkementerian dibawah kendali Kemenko Perekonomian untuk bersinergi secara konsisten. Ia juga menilai tercapainya MP3EI akan ada efek positif pada sektor rill yang berdampak pada terlaksananya pro job, pro growth, dan pro poor.

Presiden SBY menambahkan pemerintah akan memberangus setidaknya 5 Penyakit Investasi yang menghambat tercapainya tujuan MP3EI 2011-2015. Pertama, Kelambanan dalam pelayanan birokrasi. Kedua, Penyimpangan rencana induk. Ketiga, Egoisme. Keempat, Kebijakan daerah yang menghambat. Kelima, Investor yang tidak bonafid yang tidak mampu merealisasikan komitmen investasinya.

Mewakili dunia usaha, Ketua umum Kadin mengungkapkan komitmen investasi swasta di MP3EI pada tahap awal hingga 2014 mencapai 1.350 triliun rupiah. Sedangkan, BUMN berkontibusi sekitar 123 triliun-133 triliun rupiah atau sekitar 65-70% dari total investasi awal yang dibutuhkan dalam MP3EI 2011-2014 senilai 190T. Perusahaan pelat merah tersebut diantaranya PT ANTAM, PT KS, PT TELKOM, PT GI, PT Angkasa Pura I yang mengerjakan 9 proyek dari total 17 proyek yang ada. Menteri Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas Armida Alisjahbana mengatakan adanya MP3EI yang diluncurkan tidak untuk mengganti program pembangunan ekonomi yang sudah ada, namun MP3EI ini diluncurkan guna melengkapi rencana yang ada sebelumnya.

Kamis, 26 Mei 2011

Kebangkitan Ekonomi Indonesia

Bertepatan dengan hari kebangkitan nasoional pada 20 mei 2011 lalu, beberapa kaum elite menyampaikan pandangannya mengenai kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Mereka diantaranya adalah Mantan Wakil Presiden Ri Jusuf Kalla, Ekonom Didik J Rachbini, Anggota DPR Arif Budimanta, dan kalangan pengusaha. Kaum elite berpandangan bahwa sektor-sektor strategis perekonomian tanah air seperti keuangan, energi, sumber daya mineral, telekomunikasi, serta perkebunan saat ini didominasi pihak asing. Adanya kepentingan asing yang dominan dalam roda perekonomian suatu negara membuat perekonomian negara tersebut menjadi tidak mandiri karena ketergantungan terhadap pihak asing yang sangat besar. Pemerintah disarankan untuk menata ulang strategi pembangunan ekonomi agar hasilnya lebih merata dirasakan rakyat dan berdaya saing tinggi menghadapi persaingan global.

Pemerintah Indonesia kini dinilai sudah sangat liberal. Penilaian tersebut tidak lepas dari adanya aturan pemerintah yang memungkinkan pihak asing memiliki sampai 99 persen saham perbankan dan 80 persen saham perusahaan asuransi. Demikian juga yang berlaku di pasar modal. Porsi kepemilikan asing kini dapat mencapai 60-70 persen saham dari semua saham yang dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek.

Tragisnya kepemilikan asing di BUMN yang telah diprivatisasi saat ini mencapai 60 persen. Potret ini menjelaskan semakin jauhnya tujuan awal Pemerintah mengapa privatisasi BUMN dilakukan. Lebih lanjut di sektor minyak dan gas, dimana porsi operator nasional kini hanya tinggal 25 persen. Mengejar ketertinggalan dari asing, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Minyak Kementerian ESDM menargetkan pada 2025 nanti porsi operator nasional dapat mencapai 50 persen.

Indikator- indikator pertumbuhan ekonomi tanah air juga tidak banyak yang mengalami perubahan signifikan. Lihat saja angka kemiskinan dan angka pengangguran yang masih tinggi. Angka Produk Domestik Bruto (PDB) di level US$ 3000-an juga tidak dapat mendeskiripsikan pertumbuhan ekonomi yang merata. Apalagi di produk ekspor. Produk sektor manufaktur kini mengalami gejala deindustrialisasi dini. Sementara itu, Produk ekspor lebih banyak disumbangkan oleh komoditas primer tidak jauh berbeda dari era kolonial.

Bercermin dari kondisi yang ada, sebagai satu bangsa sudah saatnya kini kita berpikir untuk memotori jalannya roda perekonomian. Kita tidak perlu menerapkan kebijakan antiasing seperti yang berlaku di Amerika Latin. Keberadaan asing dapat dijadikan pelengkap dari upaya memberdayakan dan membangkitakan perekonomian nasional. Partisipasi asing disadari kini masih sangat dibutuhkan namun bukan untuk mendominasi perekonomian.

Anggota DPR Arif Budimanta berpendapat salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan pemerintah seperti merevaluasi kebijakan ekonomi hasil penandatangan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pada tahun 1997. Mantan Wapres RI Kalla menambahkan pemerintah harus menyusun langkahnya secara sistematis dan konsisten dalam menjalankan kebijakannya. Kebangkitan Ekonomi Indonesia menurut Kalla dapat terwujud dengan kekuatan sendiri selama ada kemauan politik untuk itu.

Minggu, 22 Mei 2011

Impor Ikan Ilegal

Kementrian kelautan dan perikanan Indonesia di desak unutk melakukan renegosiasi perdagangan bilateral bidang perikanan dengan RRC. Pasalnya selama ini China dikenal sebagai mitra kerjasama yang “nakal”. China bahkan berani mengirimkan ikan yang diindikasikan hasil curian dari perairan Indonesia. Dan yang lebih parah lagi eksportir Negara dengan perekonomian kedua terbesar di dunia itu telah berani memalsukan nama produk. Misal pada bagian kemasan tertulis ikan tuna tetapi ternyata kemasan tersebut hanya berisi ikan kembung.

Pihak Indonesia sendiri juga mencurigai bahwa ikan ikan tersebut kurang aman unutk dikonsumsi karena ikan tersebut dalam kondisi yang kurang baik. Selain itu adanya impor dengan harga lebih murah juga harus menjadi pembelajaran bagi Indonesia. Karena hal itu dapat menekan kondisi perikanan nasional yang tentu pula cukup berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat melakukan tindakan tindakan yang kongkrit dalam menangani masalah ini. Tindakan itu seperti pemberian insentif kepada nelayan agar mereka dapat memotong biaya produksi dan dapat menjadikan harga ikan dalam negeri semakin murah. Dan pemerintah diharapkan dapat memperhatikan kehidupan para nelayan, karena unutk saat ini jumlah orang yang berminat menjadi nelayan semakin lama semakin berkurang karena kurangnya kemakmuran nelayan.

Apa jadinya jika Negara kita yang dulu dikenal sebagai Negara maritiim sampai tidak mempunyai nelayan, apa kita haruis selalu bergantung dengan hasil impor?. Ini lah yang harus di perhatikan oleh pemerintah agar perekonomian Indonesia sendiri dapat berjalan dengan stabil dan seimbang.

PERLUNYA PEMBENAHAN SISTEM IMPOR IKAN DALAM NEGERI

Jumlah ikan impor illegal yang ditahan terus bertambah. Jumlah ikan yang ditahan mencapai 7.660 ton. Sejumlah kalangan mendesak pengendalian impor diikuti upaya serius pembenahan produksi agar tidak mematikan industri pengolahan. Ribuan ikan beku itu ditahan karena tidak berizin impor hasil perikanan yang diatur dalam peraturan menteri kelautan dan perikanan no 17 tahun 2010. Sebagian ikan itu berasal dari China, Thailand, dan Vietnam. Sebagian besar ikan beku yang ditahan itu berupa kan kembung, tuna, layang, teri, tongkol, dan ikan asin.

Upaya pengendalian impor ikan ini juga harus dibarengi dengan peningkatan produksi dalam negeri. Sebab pengolahan ikan di Indonesia biasanya terganggu dengan masalah bahan baku suplai nasional yang tidak mencukupi. Pada musim tertentu suplai bahan baku lokal kerap merosot. Hal inilah yang menyebabkan industri lokal mengandalkan hasil impor. Pemerintahan pun diminta untuk berhati - hati dalam melarang seluruh impor jenis ikan yang diproduksi dalam negeri. Dan hanya memberikan izin untuk jenis ikan impor yang tidak bisa diproduksi dalam negeri. Langkah ini agar para nelayan dalam negeri mendapatkan perlindungan dan dapat berdaya saing.

PERANAN PEMERINTAH

Guna menjamin terlindungnya pasar domestik dari arus impor ikan, maka pemerintah harus meningkatkan pengawasan impor. Selain itu, pemerintah juga harus mempertegas kebijakan larangan impor ikan yang jenisnya sudah di produksi di dalam negeri.
Hal lainnya yaitu pemerintah dapat memeberikan subsidi dan insentif perikanan guna menekan biaya produksi serendah mungkin. Adanya impor ikan illegal ini dicurigai pemerintah adalah kerjasama dari beberapa pengusaha lokal Jakarta, Medan dan Surabaya dengan pengusaha China.

APBN VS BBM

APBN (singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang ditetapkan dengan Undang-Undang. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). Ada 7 indikator perekonomian makro yang digunakan pemerinbtah dalam penyusunan APBN, yaitu:

1. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
2. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
3. Inflasi (%)
4. Nilai tukar rupiah per USD
5. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
6. Harga minyak indonesia (USD/barel)
7. Produksi minyak Indonesia (barel/hari)

Trend Green Economy Abad 21

Bertepatan dengan hari kebangkitan nasional 20 Mei 2011 Pemerintah telah mengeluarkan Moratorium Kehutanan berupa Inpres No 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru bagi Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut serta Penyempurnaan Tata Kelola Hutan dan Gambut. Adanya Inpres Moratorium Kehutanan disambut positif APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia) karena dinilai dapat mepertahankan kawasan hutan primer Indonesia. Kedepan konsistensi pemerintah memepertahankan kawasan hutan dan izin pinjam pakai untuk pertambangan diharapkan terus berjalan berdasarkan Permenhut No 18/2011 tentang izin pinjam pakai kawasan hutan. Lebih lanjut APHI juga menilai Inpres No 10/2011 akan memperkuat kepastian hukum di bidang pengusahaan hutan.

Dari data yang dimiliki pemerintah diketahui saat ini yang diberlakukan moratorium adalah 64,2 juta ha hutan primer dan 24,5 juta ha lahan gambut sementara hutan sekunder mencapai 36,6 juta ha, ungkap Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Agus Purnomo. Berbeda dengan analisi peta oleh Greenpeace yang mengklaim 104,8 juta ha yang seharusnya tercakup dalam moratorium. Adanya kebocoran sekitar 40 juta ha yang tidak tercakup dalam Inpres Moratorium Kehutanan diindikasikan sebagai upaya pemerintah dalam melindungi kepentingan pengusaha yang mengkonversi hutan, ungkap Kepala Departemen Hubungan Walhi Muhammad Teguh Surya. Inpres tersebut dinilai sengaja dilakukan agar pengusaha sawit dan pertambangan yang dimiliki pejabat, pengusaha dan kroni presiden tetap dapat mengkonversi hutan.

Di Indonesia luas kawasan pelaksanaan moratorium tersebar di 7 Pulau. Papua adalah yang terbesar dengan luas mencapai 23,1 juta ha. Diikuti Kalimantan (15,9 juta ha), Sumatera (11,3 juta ha), Sulawesi (6,5 juta ha), Maluku (1,91 juta ha), Bali dan Nusa Tenggara (1,45 juta ha) dan Jawa (0,88 juta ha). Adapun dalam pelaksanaannya moratorium kehutanan diberlakukan dengan 4 pengecualian. Pertama, permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dari menteri kehutanan. Kedua, Pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu geotermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, serta lahan untuk padi dan tebu. Ketiga, perpanjangan izin pemanfaatan hutan dan atau penggunaan kawasan hutan yang telah ada sepanjang izin di bidang usahanya masih berlaku. Keempat, pemanfaatan untuk restorasi ekosistem seperti memperbaiki kerusakan kawasan hutan lindung.

Sebelumnya pada 26 Mei 2010, pemerintah Indonesia dan Norwegia telah melakukan penandatanganan leter of intent (LoI) kerjasama REDD+ (reduction emmision from deforestation and forest degradation). LoI yang digagas oleh kedua negara menyetujui Indonesia untuk tidak mengalihfungsikan lahan gambut dan hutan alami. Pemerintah Norwegia juga akan memberikan dana hibahnya senilai US$ 1 Miliar untuk Indonesia. Saat ini dana hibah yang sudah diterima Indonesia sebesar US$ 30 Juta melalui United Nations Development Programme (UNDP). Namun penerbitan Inpres No 10/2011 Moratorium Kehutanan tidak ada hubungannya dengan pencairan uang yang diberikan Norwegia tegas Staf Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim Agus Purnomo. Pemerintah kini menyediakan sekitar 35,4 juta ha lahan tergradasi yang bisa diusahakan seperti perkebunan kelapa sawit. Diharapkan Investasi di sektor kehutanan dapat terus berlanjut meskipun Inpres No 10/2011 diberlakukan.

Jumat, 20 Mei 2011

Kilau BRICS Raksasa Ekonomi Dunia Masa Depan

BRICS (singkatan dari Brasil, Rusia, India, China, South Africa) saat ini menjadi titik sentral portofolio investasi global. Istilah BRIC muncul pertama kali pada awal dekade ini. Ekonom Goldman Sachs, Jim O' Neil merupakan pencetus lahirnya BRIC di tahun 2001. Kemudian, baru pada tahun 2010 Cina sebagai pemegang kendali BRIC mengundang Afsel untuk bergabung. BRIC lahir ditengah melambatnya pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh negara- negara anggota G-8.

Negara-negara anggota BRIC mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hampir setengah pertumbuhan ekonomi global dikuasai BRIC antara tahun 2000-2008. Diramalkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF, International Monetary Fund), kehadiran Afsel di tubuh BRIC nantinya di tahun 2014 akan mendorong pertumbuhan ekonomi global, serta menguasai perdagangan global sebesar 61 persen. Data IMF menjelaskan bahwa volume perdagangan BRICS meningkat rata-rata per tahun 28 persen dari 2001 ke 2010. BRICS juga mencatatkan total volume perdagangan yang mencapai 230 miliar dollar AS pada tahun 2010.

Negara-negara anggota BRICS baru saja mengadakan pertemuan pada 14 April 2011 di Sanya-Hainan, China. Pertemuan ini menitikberatkan pada perkembangan ekonomi dan keuangan global. Secara umum, negara-negara BRICS berpendapat bahwa negara-negara Barat telah mendominasi proses pembuatan peraturan di berbagai lembaga penting keuangan dan perdagangan internasional. Mereka ingin mengubah itu sekarang dan dapat berperan lebih efektif dalam proses pembuatan aturan.

Negara-negara BRICS menginginkan diri mereka sebagai juru bicara negara-negara berkembang. Hal itu ditekankan oleh Wakil Menteri Pengembangan Industri dan Perdagangan Luar Negeri Brazil, Alessandro Teixeira. "Tahun 2013, diperkirakan negara-negara berkembang akan melampaui negara-negara maju dalam hal PDB (Produk Domestik Bruto) di dunia. Jadi, saya kira setiap pertemuan yang diadakan oleh BRICS adalah pertemuan penting, karena kita sedang berbicara dengan negara-negara ekonomi terbesar di dunia." Negara-negara BRICS secara bersama-sama saat ini mewakili hampir seperlima dari perekonomian global. Adapun total PDB (Produk Domestic Bruto) BRICS saat ini dikisaran 11 triliun dollar AS. Angka tersebut masih dapat terus tumbuh bahkan diperkirakan secara pasti dapat melampaui PDB Negeri Paman Sam dikisaran 15 triliun dollar AS.