Sabtu, 05 Maret 2011

Tanpa Intervensi Pemerintah Valas Melimpah, Rupiah Menguat, Ekspor Lesu

Kepercayaan asing untuk berinvestasi di Indonesia terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari masih derasnya arus modal masuk (capital inflow) ke Indonesia pada 2011 sejak kuartal II 2009. Deras nya capital inflow berdampak pada penguatan kurs rupiah yang secara fundamental dapat mencapai Rp. 8.500,00 per dolar As jika tanpa intervensi(campur tangan pemerintah). Sebelumnya sepanjang tahun 2010 pemerintah melakukan intervensi dalam rangka menjaga agar nilai tukar rupiah di level 9.000 an per dolar As, guna menjaga daya saing Indonesia tetap kuat, terutama daya saing produk ekspor. Intervensi yang dilakukan pemerintah melalui BI dengan cara menyerap akses likuiditas valas yang dipicu capital inflow. Akibatnya, cadangan devisa Indonesia melejit dari US$66,1 milyar per akhir 2009 ke US$ 96,2 milyar per akhir 2010 dan telah menembus US$ 100 milyar per akhir Februari 2011. Namun intervensi yang dilakukan pemerintah bukan tanpa biaya bagi BI. Anggota komisi XI DPR, Kemal Stamboel menjelaskan ongkos pengendalian moneter menjadi beban terbesar pengeluaran BI. Selain itu, juga ada biaya kerugian kurs akibat intervensi stabilisasi nilai tukar. Biaya operasi moneter BI juga terus meningkat dari sekitar Rp 17 T pada 2005 menjadi Rp 25 T pada 2009 dan diperkirakan mencapai Rp 30 T pada 2010.

Ketua Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indoneis (BI), Endy Dwi Tjahyono di Padalarang, Jawa Barat, beberapa pekan lalu mengatakan, "Capital Inflow adalah salah satu risiko perekonomian Indonesia". Endy menambahkan BI akan menggunakan instrumen nilai tukar rupiah dibiarkan menguat (hadapi capital inflow). Oleh karena itu, tahun ini BI tidak akan menjaga terus rupiah di level 9.000 an per dolar As. Jika terus dijaga, capital inflow justru akan terus masuk karena imbal hasil yang menarik, mengingat BI harus membayar bunga di kisaran 6%-6,75% terhadap capital inflow yang masuk ke Sertifikat Bank Indonesia(SBI). Penguatan kurs rupiah juga dinilai bakal berdampak positif terhadap pengendalian inflasi yang cenderung meningkat di tahun ini. Ekonom Senior Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan, " Penguatan rupiah akan membuat harga barang impor turun. Ini ditujukan untuk meredam inflasi". Dari data yang ada, diketahui laju inflasi tahunan per Februari 2011 mencapai 7,02%. Untuk meredam ekspektasi inflasi ke depan, strategi BI bersama pemerintah dengan cara menaikkan BI rate dari 6,5% menjadi 6,75%.

Bagi para pengusaha lokal, khususnya yang mengandalkan pasar ekspor, penguatan rupiah terhadap dolar As dianggap bukan sebagai kabar baik. Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia mengharapkan pemerintah untuk terus berupaya melakukan intervensi. Penguatan rupiah jangan dibiarkan terjadi begitu saja, apalagi sampai level Rp 8.500,00 per dolar As. Apabila hal itu dibiarkan terjadi begitu saja, tentu akan berdampak buruk terhadap daya saing produk ekspor. Para pengusaha lokal tentu akan mengalami kerugian nilai tukar rupiah terhadap dolar As. Harga barang di Indonesia juga akan mengalami kenaikan, ini mungkin saja akan berkontribusi negatif bagi pertumbuhan ekonomi nasional tahunan Indonesia. Untuk itu, BI bersama pemerintah diharapkan dapat meninjau kembali kebijakan tanpa intervensinya ditengah derasnya arus modal masuk saat ini, dan menyiapkan strategi yang lebih efektif guna menekan laju inflasi, namun juga tetap mengupayakan pertumbuhan ekonomi nasional tahunan Indonesia agar dapat tumbuh positif.

(sumber: harian media indonesia edisi senin 21 februari 2011 dan dari siaran radio pas fm dengan berbagai perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar